Cari Blog Ini

Senin, 27 Juli 2020

Review Buku " Renungan Dahsyat untuk Orangtua" Karya Abah Ihsan


πŸ“š Judul: Renungan Dahsyat untuk Orangtua
✒️ Penulis: Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari
πŸ–¨️ Penerbit: Khazanah Intelektual
πŸ“† Tahun: cetakan ke tiga 2015
πŸ“– Tebal: 148 halaman
πŸ§•πŸ»Reviewer: Sri Mutiara

Diawali dengan pertanyaan 
yang menggelitik " mengapa kita ingin punya anak?"

Sebagian besar masyarakat, orang yang sudah menikah sangat wajar memiliki anak.

Kembali ke pertanyaan tadi " mengapa kita ingin punya anak?"

Ingat, yang menginginkan anak kita (orangtua), tapi mengapa pula jaman sekarang ini setelah punya anak, mereka tidak diurus?

Dititipkan sana sini, ke kakek-neneknya, ke baby sitter atau ke day care.

Mengapa setelah punya anak, kita (orangtua) justru tidak punya waktu untuk membersamai anak-anak.

Ingat, anak-anak bukan sekedar darah dan daging yang butuh nutrisi saja. Tapi mereka juga punya jiwa yang butuh kasih, sayang dan cinta dari orangtua.

Membaca buku ini, saya benar-benar merenung. Sesuai judulnya yaitu renungan. Bacalah buku ini dengan pelan-pelan dan tolong jangan baper duluan.

Buku ini membahas tema pengasuhan orangtua secara ideal, secara normatif. Jadi, tolong jangan merasa dihakimi, dikotomi atau apalah yang meningkatkan sensitivitas.

Mengapa saya bilang demikian?
Karena dalam buku ini dominan membahas tentang orangtua yang keduanya bekerja sehingga tak punya waktu untuk anak-anaknya.

Seperti buku yang sudah saya review kemarin di http://penarumahsanak.blogspot.com/2020/07/review-buku-8-pilar-ketahanan-keluarga.html
Bahwa pernikahan itu elemen penting dalam ketahanan bangsa. Seharusnya ada lembaga resmi pemerintah yang mengeluarkan izinnya layak SIM (surat izin menikah). Ada tanggung jawab dalam pernikahan, mendidik anak salah satunya.

Membaca buku ini sukses membuat saya merenung, apakah saya sudah menjadi "orangtua betulan"? Atau hanya kebetulan saja jadi orangtua?

Yuuk merenung

Sabtu, 25 Juli 2020

Review Buku "8 Pilar Ketahanan Keluarga" Karya Cahyadi Takariawan


πŸ“š Judul: 8 Pilar Ketahanan Keluarga
✒️ Penulis: Cahyadi Takariawan
πŸ–¨️ Penerbit: Wonderful Publishing
πŸ“† Tahun: 2018
πŸ“– Tebal: 122 halaman
πŸ§•πŸ»Reviewer: Sri Mutiara

Keluarga adalah elemen terkecil dalam sebuah masyarakat. Ketahanan bangsa bisa dilihat dari ketahanan keluarga sebagai garda terdepan pencetak generasi masa depan.

Menurut data BPS pada tahun 2015 angka perceraian di Indonesia adalah 347.256 yang artinya terjadi 40 perceraian setiap jam.

Begitu pentingnya peran keluarga dalam pembangunan masyarakat dan negara, maka penulis berharap dengan adanya buku ini para keluarga di Indonesia lebih kuat. Tak mudah mengalami kerentanan dan kerapuhan.

Melihat fakta menurut data dan realita yang dihadapi saya sangat tertarik untuk membaca buku ini. Mengingat pada masa lampau keluarga inti pernah bercerai dan meninggalkan luka dalam diri. 
Orangtua yang bercerai, saudara yang berpencar, jiwa-jiwa yang kosong karena kurang kasih dan sayang. Membaca judulnya, memacu untuk segera menuntaskan isinya.

Buku ini ilustrasinya hitam putih, maklum saya mendapatkan dengan harga 30.000 namun isinya daging semua. Saya beri bintang 4 dari skala 1 sampe 5.

Bahwa pernikahan tak melulu tentang cinta, rupa yang fotogenik atau yang paling mendasar legitimasi hubungan biologis. Pernikahan mengandung kata yang lebih kompleks bersatu menjadi kata tanggung jawab.

Bahwa pernikahan, laksana kendaraan yang punya tujuan bayangkan jika kendaraan tidak punya tujuan, ia akan kehabisan bensin dan berhenti tanpa tahu ia sedang berada dimana.

Bahwa pernikahan, laksana badan yang bisa saja sakit dan butuh penyembuhan.

Bahwa pernikahan, adalah dasar dari pembangunan negara dan bangsa.

Saking sakralnya pernikahan, perlu mempertimbangkan alasan untuk melakukannya.
Jangan menikah karena suruhan orang,
Jangan menikah karena usia sudah matang,
Jangan menikah hanya karena rupa,
Jangan menikah jika kamu belum mempersiapkannya.

Menikahlah, jika kamu sudah mempersiapkan ilmunya. Putuskan menikah karena ilmu.
ilmu itu menguatkan.

" Pernikahan adalah sarana bukan tujuan, tetapkan tujuanmu dan kau bisa menggunakan sarana apapun". _ Sri Mutiara _




Jumat, 24 Juli 2020

Review Buku "Marah yang Bijak" karya Bunda Wening


πŸ“š Judul: Marah yang Bijak
✒️ Penulis: Bunda Wening ( Trainer, Terapis, Konselor Pengasuhan )
πŸ–¨️ Penerbit: Tinta Medina, Creative Imprint of Tiga Serangkai
πŸ“† Tahun: 2016
πŸ“– Tebal: 101 halaman
πŸ§•πŸ»Reviewer: Sri Mutiara

Perilaku marah rasanya sudah sangat akrab ditelinga kita. Apalagi jika berhubungan dengan interaksi antara anak dan orangtua. Marah merupakan emosi dasar manusia. Semua manusia punya emosi marah, walaupun sekelas Rasulullah sekalipun. Bedanya hanya diimplementasi sikap marah.

Buku " Marah yang Bijak" karya Bunda Wening ini diharapkan membantu para orangtua agar bisa mewujudkan perilaku marah secara elegan bukan tanpa kendali. Bedakan marah dan marah-marah ya hehehehe.

Pertama kali melihat buku ini saya tertarik dengan judulnya. Sebenarnya saya tidak suka marah-marah tapi kejadian marah-marah alias marah tanpa kendali ini seakan membajak nalar.

Bahasa yang digunakan sangat mengalir, penulis seakan berbicara langsung dengan pembaca. Misalnya pada bab ke 2 tentang tujuan marah, pembaca diminta untuk mengisi assasment. 
Jika tidak ketemu antara tujuan dan hasil yang dicapai, mengapa menggunakan cara yang sama untuk menginginkan hasil yang berbeda?

Yang saya pelajari dari buku ini adalah memisahkan antara sikap dan perilaku. Antara beberapa orang mungkin bersikap sama tentang marah. Namun, perilakunya bisa berbeda-beda.
Ada yang perilaku marah dengan mata melotot, membentak dan memukul. Ada pula yang marah dengan cara yang bijak di sini poin dari buku ini.
Penulis memberikan beberapa metode marah dengan bijak salah satunya dengan relaksasi.
Ada beberapa metode dijelaskan oleh penulis dalam buku ini. 

Untuk para ayah bunda yang masih kesulitan dalam mengendalikan marah buku ini layak untuk dibaca.

Rating yang saya berikan adalah bintang 5 untuk buku "Marah yang Bijak" ini dari skala bintang 1 sampai bintang 5





🟒🟒🟒🟒🟒🟒🟒🟒🟒