![]() |
Sigerongan, dokpri |
Baiti jannati begitu
hadis berbunyi, rumahku adalah surgaku. Dalam perjalanan 12 tahun menikah aku
seperti tak henti-hentinya mencipta surga karena surga itu tak dating tiba-tiba.
Bermacam gejolak konflik menghiasi. Aku teringat dulu saat awal menikah, aku
masih satu dapur dengan keluarga besar suami. Sempat syok selain karena aku tak
bisa memasak, aku tak suka keramaian. Sangat kontradiktif dengan keseharianku
di luar rumah yang kata teman aku tuh orangnya rame banget.
Disebabkan dari kecil aku tak akrab dengan dapur maka ketika
dewasa kacakapan memasakku nol besar. Setahun menikah aku tak pernah memasak. Ya,
aku masih tinggal bersama mertua dan ipar-ipar. Kagok, kikuk, merasa begok itu
yang aku rasa. Apa yang aku lakukan? Aku bagian mencuci piring, mengupas
bumbu-bumbu dan sejenis itu.
Ketika ibu mertuaku meninggal usia pernikahan baru setahun. Aku
benar-benar sedih karena kebodohanku dengan memasak, dengan ketololanku ketika
masuk, dapur bagiku seperti Azkaban dalam serial Harry Potter. Penuh Dementor
yang menghisap kebahagiaan. Awal-awal ditinggal oleh ibu mertua aku mencoba
memasak. Memasak nasi. Apa yang terjadi? Nasi tidak matang karena aku salah
teknis memasaknya. Dulu hape kuno, Cuma bisa telpon dan mengirim pesan. Aku tak
bisa beryoutube ria. Beras yang seharusnya digenangi air seruas jari aku hanya
beri air di bawah berasnya.
Memang aku tinggal di rumah yang berbeda dengan yang
ditinggali ipar-ipar, akan tetapi dapur masih satu, kamar mandi jika air dalam
bak mandi habis aku harus ke rumah ipar untuk menyalakan pompa air. Sekian lama
aku jalani drama rumah tangga yang demikian, sampai akhirnya aku berkonflik
dengan salah satu ipar. Aku marah besar. Aku bawa semua peralatan memasak yang
aku beli. Aku tak peduli. Aku tak bawa kompor karena terlalu besar dan aku pun
tak bisa buka gas. Alhamdulilah saat itu sudah beli panci elektronik. Jadi saat
konflik panas terjadi aku masak pakai panci elektronik. Sungguh drama kehidupan
rumahtangga. Setelah aku dan suami diskusi lebih tepatnya negosiasi, aku sangat
bersyukur akhirnya aku dibuatkan dapur oleh suami. Dapur itu menjadi ruang
kerjaku.
Satu tantanganku sudah terurai, tinggal tantangan yang lain
salah satunya adalah punya pompa air sendiri supaya aku tak perlu ke rumah yang
ditinggali ipar untuk menyalakan air.
Semoga Allah meridhai.`
Tidak ada komentar:
Posting Komentar