Cari Blog Ini

Jumat, 18 Oktober 2024

Memasak, Kecakapan Hidup Pengikat Hati

Cemilan umma saat masak di dapur

 Mataram, 11 Oktober 2024


Pagi ini ada hal spektakuler yang saya kerjakan yaitu memasak untuk sarapan pagi. Malam sebelum tidur saya paksa diri ini untuk membereskan dapur yang berantakan. Jam setengah satu dini hari saya baru bisa tidur. 

Mengapa saya paksa? Karena setelah memakai aplikasi buku diari saya amati empat hari berturut-turut, saya mengambil kesimpulan bahwa dapur adalah sumber konflik. Saya mencoba mengingat-ingat. Kondisi dapur meja sangat kotor kompor juga kotor, itu yang membuat saya malas untuk masak. 

Membereskan dapur terlalu malam jadinya setelah beberes pagi alias masak, sarapan, mencuci, menyapu rencananya saya akan melanjutkan untuk beberes dapur.


Ada beberapa spot rumah yang harus saya bereskan. Barang-barang pak imam tentunya, berkas-berkas entah dari tahun kapan menumpuk tak tersentuh. Saya ingin betah di rumah. Karena setelah pak imam pensiun saya ingin bekerja dari rumah. Sehingga dari tahun ini saya ingin mencicilnya.


Ruangan pertama yang akan saya bereskan adalah dapur. Membuang alat-alat yang tidak pernah digunakan. Mencuci kompor, mencuci meja, merapikan bumbu-bumbu dan sejenisnya.

Saya ingin memulai kegiatan berkebun saya dimulai dari memilah sampah-sampah dapur.


*****

Bagian ini saya ketik saat tanggal 19 Oktober 2024, seperti kata Bang Tere ya tulisan itu pekerjaan yang harus diselesaikan, maka walaupun lambat saya mencoba menyelesaikannya. Pasca saya beberes dapur alhamdulillah saya rajin masak. Saya tidak tau mengapa tapi tidak saya pungkiri vibesnya berbeda. 


Lebih mengharukan mendengar pendapat anak-anak, yang pertama komentar anak sulung yang bilang “umma gak rajin masak, beli lauk aja tau anaknya kurus” kejadiannya saat kami sedang berkonflik, makanya saat tanggal 11 Oktober saya paksa diri ini untuk membereskan dapur dan perkakasnya.


Yang kedua komentar anak nomor tiga “ kalau umma rajin masak aku rajin makan, kalau umma gak rajin masak aku gak rajin makan, karena lauk yang dibeli umma aku gak suka”.


Berbekal dua komentar anak bujang tersebut umma bertekat untuk rajin memasak. Setelah dievaluasi, yah lebih murah dan efisien secara waktu. Misal nih sarapan, kalau berangkat terlalu pagi ke pasar yang jual lauk masih siap-siap dan harus menunggu, saat berangkat pas jam setengah tujuh pagi pedagang lauk sudah siap pembeli sudah banyak dan menunggu lagi untuk mengantri. Itu baru tentang waktu berangkat, belum masalah menu dan porsi yang berefek pada harga. Wah wah wah sangat kompleks.

Sehingga saya mengambil kesimpulan, memasaklah walaupun menu sederhana yang penting anak-anak suka. Fokuslah pada anak-anak. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar